Information

A female doctor in east Ghouta challenging patriarchy

Basic shortcuts

Ctrl + SSave subtitles
Ctrl + click
Double click
Edit highlighted caption
TabEdit next caption
Shift + TabEdit previous caption
EscLeave edit mode
Ctrl + SpacePlay / pause video
Ctrl + HomePlay selected caption
Ctrl + EnterSplit caption at cursor position
at current time

Advanced shortcuts

Ctrl + InsertAdd new caption
Ctrl + DeleteDelete selected caption
Ctrl + IEdit currently played segment
Shift + EnterNew line when editing
Ctrl + LeftPlay from -1s
Ctrl + RightPlay from +1s
Alt + LeftShift caption start time -0.1s
Alt + RightShift caption start time +0.1s
Alt + DownShift caption end time -0.1s
Alt + UpShift caption end time +0.1s

Annotation shortcuts

Ctrl + 1Hesitation
Ctrl + 2Speaker noise
Ctrl + 3Background noise
Ctrl + 4Unknown word
Ctrl + 5Wrong segment
Ctrl + 6Crosstalk segment
You are in the read-only mode. Close
00:00.0
00:04.0
Dokter Amani Ballour mengelola rumah sakit di Ghouta Timur, Suriah
00:04.1
00:06.0
Salah satu wilayah yang paling hancur di negara itu.
00:06.1
00:14.0
“Kondisi kerja sangat sulit. Sekarang, tempat ini menjadi rumah sakit pusat di wilayah ini.”
00:14.1
00:20.0
“Tempat ini menampung beban dari seluruh wilayh di sini dan merupakan rumah sakit yg terpenting.”
00:20.1
00:36.0
Namun, sebagai dokter wanita, dia mengalami tekanan tambahan.“Saya menerima banyak kritik di sini. ‘Kenapa tidak ada dokter pria? Kenapa bukan dokoter pria yang mengelola rumah sakit ini?”
00:36.1
00:38.0
“Kadang2 pasien tidak mau berbicara dengan saya karena saya seorang dokter wanita.”
00:42.1
00:50.0
“Mayoritas penduduk di Ghouta adalah wanita. Jumlahnya melebihi pria. Kami sudah banyak berkorban dalam revolusi ini. Kami telah memberi lebih banyak dari pria.”
00:50.1
00:58.0
Meskipun pengempungan terhadap daerah yg dikuasai kelompok teroris terus berlangsung, wanita spt dokter Amani harus terus berjuang menantang stereotype jender. Meskipun dalam perang.
01:02.0
01:10.0
“Ketika pemboman dan pembunuhan terhadap warga Ghouta terjadi, aku memilih untuk tetap tinggal di Ghouta."